PSIKOTERAPI
A.
Pengertian Psikoterapi
Psikoterapi adalah
proses difokuskan untuk membantu Anda menyembuhkan dan konstruktif belajar
lebih banyak bagaimana cara untuk menangani masalah atau isu-isu dalam
kehidupan Anda. Hal ini juga dapat menjadi proses yang mendukung ketika akan
melalui periode yang sulit atau stres meningkat, seperti memulai karier baru
atau akan mengalami perceraian
Umumnya psikoterapi dianjurkan bila seseorang bergulat dengan
kehidupan, masalah hubungan atau kerja atau masalah kesehatan mental tertentu,
dan isu-isu atau masalah yang menyebabkan banyak individu yang besar rasa sakit
atau marah selama lebih dari beberapa hari. Ada pengecualian
untuk aturan umum, tetapi sebagian besar, tidak ada salahnya untuk pergi ke
terapi bahkan jika Anda tidak sepenuhnya yakin Anda akan mendapat manfaat dari
itu. Jutaan orang mengunjungi psikoterapis setiap tahun, dan sebagian besar
penelitian menunjukkan bahwa orang yang melakukannya manfaat dari interaksi.
Kebanyakan terapis juga akan jujur dengan Anda jika mereka yakin Anda tidak
akan mendapatkan keuntungan atau pendapat mereka, tidak perlu psikoterapi.
B.
Tujuan Psikoterapi
Tujuan dari psikoterapi secara khusus dari beberapa
metode dan teknik psikoterapi yang banyak peminatnya, dari dua orang tokoh
yakni Ivey, et al (1987) dan Corey (1991).
Menurut Ivey, et al (1987) Tujuan psikoterapi dengan pendekatan psikodinamik
adalah Membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari.
Rekonstruksi kepribadiannya dilakukan terhadap kejadian-kejadian yang sudah
lewat dan menyusun sintesis yang baru dari konflik-konflik yang lama.
Menurut Corey (1991) tujuan
psikoterapi dengan pendekatan psikoanalisis adalah Membuat sesuatu yang tidak
sadar menjadi sesuatu yang disadari. Membantu klien dalam menghidupkan kembali
pengalaman-pengalaman yang sudah lewat dan dan bekerja melalui konflik-konflik
yang ditekan melalui pengalaman intelektual.
Menurut Corey (1991) dan Ivey
(1987) tujuan psikoterapi dengan pendekatan Kognitif-Behavioristik dan
Rasional-Emotif adalah menghilangkan cara memandang dalam kehidupan pasien yang
menyalahkan diri sendiri dan membantunya memperoleh pandangan dalam hidup
secara lebih rasional dab toleran. Untuk membantu pasien mempergunakan metode
yang lebih ilmiah atau objektif untuk memecahkan masalah emosi dan perilaku
dalam kehidupan selanjutnya.
Menurut Corey (1991) dan Ivey (1987) tujuan psikoterapi
dengan pendekatan Gestalt adalah membantu klien memperoleh pemahaman mengenai
saat-saat dari pengalamnnya. Untuk merangsangnya menerima tanggung jawab
daridorongan yang ada di dunia dalamnya yang bertentangan dengan
ketergantungannya terhadap dorongan-dorongan dari dunia luar.
C.
Unsur-Unsur Psikoterapi
Psikoterapi dilakukan
dengan cara percakapan atau wawancara (interview).
Dalam suatu wawancara, tidak dapat dipisahkan antara sifat terapeutik
dan penegakan diagnosis. Biasanya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
mengandung kedua aspek tersebut, yaitu untuk mengoptimalkan hubungan
interpersonal dengan pasien (sifat terapeutik), dan untuk melengkapi data dalam
usaha menegakkan diagnosis. Dalam melakukan psikoterapi, wawancara harus lebih
mengutamakan aspek terapeutiknya; data yang diperlukan akan berangsur terkumpul
dengan kian membaiknya hubungan interpersonal yang terjalin antara
dokter dengan pasiennya, sehingga berartinya suatu wawancara tergantung dari
sifat hubungan terapis dengan pasiennya tersebut.
Dalam melakukan wawancara, hendaknya kita juga melakukan observasi
secara menyeluruh dengan teliti. Sambil mengajukan pertanyaan, kita juga
mengamati dan turut serta (sebagai participant
observer) dalam proses yang sedang berlangsung pada saat dan situasi
tersebut (“the here and now”). Yang
kita amati yaitu : (1). apa yang terjadi
pada pasien, (2). apa yang terjadi pada pewawancara atau terapis sendiri, serta
(3). apa yang terjadi di antara terapis dan pasiennya. Dalam berhadapan dengan
pasien, dokter atau terapis mempengaruhi pasien dengan sikap dan perkataannya,
dari menit ke menit, saat ke saat. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan
sebetulnya bukan hanya (a).apa yang kita bicarakan, tetapi juga (b). bagaimana
cara kita melakukannya, (c). kapan (saat atau waktu yang tepat) kita
mengungkapkan hal tertentu yang ingin kita sampaikan, serta (d).bagaimana
hubungan antara si penolong (dokter atau terapis) dan yang ditolong (pasien)
tersebut. Hal-hal tersebut dapat membuat pasien menjadi lebih tenang atau
sebaliknya menjadi tegang, lebih terbuka atau tertutup, lebih percaya atau pun
curiga, sehingga dapat disimpulkan bahwa selalu ada pengaruh terapeutik maupun
kontraterapeutik, dan tidak pernah netral sama sekali, karena setiap orang mempunyai
latar belakang kepribadian dan pengalaman hidup yang berbeda-beda, yang
mempengaruhi cara pandang, cara berpikir dan menghayati segala sesuatu.
Hal yang sebaliknya juga perlu diingat, bahwa wawancara
bukan hanya menghasilkan pengaruh dokter atau terapis atas pasien, namun juga
pengaruh pasien terhadap dokternya. Sang dokter, sadar atau tidak, akan
terpengaruh oleh sikap dan
perkataan pasien, yang akan tercermin dalam sikap, perasaan
dan perilakunya sendiri. Dipacu oleh sikap dan perilaku pasien
terhadapnya (ditambah lagi dengan kehidupan fantasinya sendiri), dokter atau terapis dapat
menjadi tenang, tegang,
santai, kuatir, terbuka, tertutup, bosan, sedih, kesal, malu,
terangsang, dll.; perasaan-perasaan
tersebut turut menentukan
apa yang dikatakannya kepada pasien (atau tidak dikatakannya) dan bagaimana
ia mengatakannya. Untuk dapat
mengatasi hal ini seorang dokter atau terapis perlu belajar
untuk memantau perasaan-perasaan reaktifnya tersebut, agar ucapan-ucapan
dan sikapnya terhadap pasien sedapat-dapatnya beralasan profesional dan sedikit
mungkin tercampur dengan
unsur-unsur yang berasal dari respons emosional subyektifnya
sendiri.
Agar tujuan terapeutik tercapai, hendaknya senantiasa
diusahakan agar dokter dapat menciptakan
dan memelihara hubungan yang optimal antara
dokter dan pasien. Dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada pasien, senantiasa harus dipertimbangkan bilamana dan bagaimana
kita akan menanyakan hal tersebut. Bila konteksnya kurang tepat, misalnya,
pasien justru dapat merasa tersinggung atau dipermalukan oleh pertanyaan kita
(nyata atau tidak nyata), pasien mungkin akan menolak atau menyangkal, atau
akan membuat-buat jawabannya.
PENGETAHUAN DAN
KETRAMPILAN YANG PERLU DIMILIKI OLEH
SESEORANG YANG INGIN
MELAKUKAN PSIKOTERAPI
Kelengkapan ketrampilan yang perlu dimiliki oleh
seseorang yang ingin melakukan psikoterapi ialah:
a.
Mempunyai
pengetahuan mengenai dasar-dasar ilmu
psikologi dan psikopatologi serta proses-proses mental.
Hal ini dapat diperoleh dari mengikuti kuliah, kursus, maupun membaca
sendiri.
b.
Dapat menarik
suatu konklusi tentang keadaan mental pasien yang
telah diperiksa. Hal ini didapat dari latihan intensif dan supervisi, untuk
mempertajam fungsi pemeriksaan, terutama dalam hal mendengar dengan cermat (listening).(A healer is one who listens in
order to listen and to understand). Dengan mendengar dengan teliti dan
cermat, dibekali oleh pengetahuan yang cukup, kita akan mendapat gambaran tepat
tentang pasien-pasien yang diwawancarai. Fungsi mendengar ini amat
penting; dari fungsi ini
sedapat-dapatnya kita memperoleh apa yang dimaksud oleh pasien, yang belum
tentu sesuai dengan apa yang dikatakannya.
Misalnya:
<> seorang pasien datang
dengan keluhan nyeri di dadanya; hendaknya kita
memperhatikan bagaimana ia mengekspresikan keluhan tersebut dengan
cermat. Bila kita teliti, kita akan
merasa dan mengetahui bahwa sebetulnya pada saat itu pasien sedang dalam
keadaan sangat cemas. Untuk mengatasi hal itu, tugas pertama kita adalah mengurangi kecemasannya
terlebih dahulu. Barangkali dengan itu saja, sudah akan mengurangi intensitas
keluhannya. Untuk melakukan maksud ini pun kita harus lihat dan rasakan dengan
teliti; kadang, tujuan kita akan menurunkan
kecemasannya tetapi justru meningkatkannya. Jadi, kita harus
mengetahui apa tujuan kita mengajukan pertanyaan tertentu kepada pasien.
<> seorang
pasien lain datang dengan keluhan sakit yang bermacam-macam yang menimpa
beberapa bagian atau organ tubuhnya. Biasanya
kita langsung berpikir: “Sakit apakah
pasien ini?“ Padahal, mungkin yang ia maksud saat itu adalah:“ Saya sedang
sangat cemas, dokter!“ Dari sini dapat kita ketahui bahwa tidak semua yang
dikatakan oleh pasien itu tercermin dari perkataannya; bila kita senantiasa teliti, kita akan merasa dan mengetahui apa yang
diucapkan dan diperagakan pasien secara
keseluruhan, baik yang tersurat maupun yang tersirat, karena biasanya
keluhan pasien merupakan suatu simbol atau representasi dari hal-hal yang tidak
dapat diungkapkan secara verbal, yang biasanya terjadi karena hal itu tidak
disadari (berada di alam nirsadar).
<> seorang pasien lain
mengeluhkan rasa nyeri yang
dialami sejak beberapa waktu sebelumnya. Biasanya, kita lalu akan bertanya:
“Nyerinya di sebelah mana, ya?“ Dalam hal ini, kita harus mengetahui betul
mengapa kita mengajukan pertanyaan tersebut (apa maksud/tujuannya? apakah memang
hanya ingin mengetahui lokasi nyerinya, atau ingin memberi kesempatan kepada
pasien untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya?); sebaiknya, pertanyaan kita
tersebut mengandung makna bagi pasien (pertanyaan yang logis, sensibel, dapat
dimengerti maksud dan tujuannya oleh pasien). Usahakan tidak mengungkapkan pertanyaan dengan
kata-kata yang sulit
dimengerti, karena ini
dapat mengakibatkan pasien
merasa tidak mampu (karena tidak
mengerti pertanyaan kita), atau merasa
bahwa ia tidak
dipahami. Kita juga sebaiknya mengetahui
jawaban apa yang
kita harapkan dari pertanyaan
yang kita ajukan tersebut.
c.
Terampil dan berpengalaman dalam menerapkan
teknik dan metode penanganan fungsi-fungsi mental pasien. Terdapat
teknik-teknik yang biasanya digunakan, antara lain persuasi, desensitisasi,
pemberian nasihat, pemberian contoh (modelling),
empati, penghiburan, interpretasi, reward
& punishment, dll. Pada
dasarnya, terdapat manipulasi dasar yang dapat kita lakukan, yaitu :
>
Cara mengontrol ansietas
>
Cara mengatasi depresi
> Cara menghadapi psikosis
Mengenai
lama pendidikan yang dijalani untuk menguasai teknik-teknik tersebut amat
bervariasi, tergantung dari latar belakang pendidikan serta jenis psikoterapi
yang ingin dimahiri (lihat pembagian jenis psikoterapi; untuk konseling
misalnya, minimal diperlukan waktu dua minggu untuk dapat melakukannya sendiri,
sedangkan untuk psikoterapi berorientasi dinamik, diperlukan pendidikan
intensif sekitar lima-enam tahun untuk mendapatkan ilmu
dan ketrampilan yang memadai).
d.
Kepribadian:
merupakan
variabel yang penting dalam psikoterapi (selain variabel pasien dan teknik yang
digunakan) yang berpengaruh penting dalam menentukan arah dan hasil terapi.
Seseorang yang ingin melakukan psikoterapi hendaknya memiliki kepribadian dengan kualitas khusus yang memungkinkan
untuk membentuk dan memupuk hubungan yang tepat dan patut dengan
pasien-pasiennya, dengan ciri-ciri :
-
Sensitif
/ sensibel
-
Obyektif
dan jujur
-
Fleksibel
-
Dapat
berempati
-
Relatif
bebas dari problem emosional atau problem kepribadian, yang serius.
Sebaliknya,
ciri/unsur kepribadian yang merugikan keberhasilan terapi, antara lain :
-
Kecenderungan
untuk mendominasi, sombong/angkuh, otoriter
-
Kecenderungan
untuk pasif dan submisif
-
Sulit
untuk terlibat dalam hubungan personal yang bermakna
-
Tidak
mampu untuk mentoleransi ekspresi impuls tertentu
-
Mempunyai
kebutuhan untuk menggunakan pasien bagi pemuasan impuls yang terpendam
-
Mempunyai
sifat destruktif
e.
Pengalaman :
pengalaman yang diperoleh dalam menangani
pasien, kekayaan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, luasnya wawasan dalam
pengetahuan, budaya, agama, hal-hal spiritual, merupakan bekal yang penting. Problem pribadi yang
dialami tidak dapat menjadi ukuran dalam menangani pasien. Yang menarik ialah
bahwa tidak ada seorang pasien pun yang sama, setiap pasien adalah unik.
Pengalaman yang dimiliki akan berguna dalam mengatur strategi dan teknik untuk
mencapai tujuan terapi.
Sumber
http://belajarpsikologi.com/sebuah-pengantar-psikoterapi/