Rabu, 25 Maret 2015

Perbedaan Psikoterapi dan Konseling, Penjelasan Mental Illness dan Bentuk Terapi

Perbedaan Psikoterapi dan Konseling, Penjelasan Mental Illness dan Bentuk Terapi
I. Perbedaan Psikoterapi dan konsling
Hahn & MacLean (1955), mengemukakan mengenai tujuan konseling yaitu menitikberatkan pada upaya pencegahan agar penyimpangan yang merusak dirinya tidak timbul. Sedangkan psikoterapi yaitu  menangani penyimpangan dan melakukan usaha pencegahannya.
Blocher (1966) membedakan konseling dengan psikoterapi berdasarkan tujuannya yaitu Konseling: developmental-educative-preventive sedangkan Psikoterapi: remediative-adjustive-therapeutic
Perbedaan konseling dan psikoterapi disimpulkan oleh Pallone (1977) dan Patterson (1973) yang dikutip oleh Thomson & Rudolph (1983) sebagai berikut:
Konseling: untuk pasien, gangguan yang kurang serius, masalah: jabatan dan pendidikan, berhubungan dengan pencegahan, lingkungan pendidikan dan nonmedis, berhubungan dengan kesadaran, metode pendidikan. Sedangkan Psikoterapi: untuk pasien, gangguan yang serius, masalah kepribadian dan pengambilan keputusan, berhubungan dengan penyembuhan dan lingkungan medis, berhubungan dengan ketidaksadaran dan metode penyembuhan.
 II. Mental Ilness terdiri dari biological, psychological, sosiological dan philosopic
Gangguan mental dalam psychological memliki 4 karekteristik gangguan yaitu personal distress, disability, violation of social norms  dan dysfuction. Dalam sosiological mental ilness yaitu seseorang melanggar norma sosial. Dalam biological mental ilness yaitu ketidakberfungsian berpikir positif. Dalam Philosopic yaitu seseorang tidakmampu menyelesaikan masalah sesuai dengan realitas yang ada.
 III. Terapi supportive, reeductive dan reconstructive
Terapi supportive secara umum bertujuan untuk membawa klien ke dalam keseimbangan emosional secepat mungkin dengan cara memperbaiki symtom-symtom, sehingga klien dapat berfungsi kembali secara normal ( Wolberg dalam Purwandari, 2003)
Terapi Supportive terdiri dari 4 teknik terapi yaitu manipulasi lingkungan, confession andventilation, guidance dan reassurance. Guidance/bimbingan, yakni prosedur pemberian pertolongan secara aktif dengan cara memberikan fakta dan interpretasi. Manipulasi lingkungan, yak ni usaha menyelesaikan problem-problem emosional klien dengan cara menghilangkan atau mengubah unsur-unsur lingkungan yang tidak menguntungkan. Reassurance meyakini kembali. Terapi kelompok yakni yang terdiri dari klien yang memiliki problem sejenis.
Terapi Reeductive merupakan terapi yang berusaha menyelesaikan konflik yang terdapat di alam sadar. Salah satunya adalah terapi wawancara. Sedangkan terapi Rekonstruktif adalah mengubah pola pikir seseorang dari yang negative menjadi positif. Cognitive Restructuring  yaitu mengubah pola pikir seseorang. Salah satu contohnya adalah Cognitive Therapy.
Daftar Pustaka:
Purwandari. 2009. Layanan terapi suportif bagi anak tunalaras tipe social WITHDRAWAL. Jurnal Pendidikan Khusus Vol. 5 No. 2
Johnson, Sheri L, dan Ann Kring. 2011. Abnormal Psychology ed.12. United State: John Wiley


Perbedaan Psikoterapi dan Konseling, Pendekatan Terhadap Mental Illness, Bentuk Utama Terapi

A.    Pengertian Psikoterapi
Psikoterapi adalah proses difokuskan untuk membantu Anda menyembuhkan dan konstruktif belajar lebih banyak bagaimana cara untuk menangani masalah atau isu-isu dalam kehidupan

B.     Pengertian Konseling
Konseling atau penyuluhan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (disebutkonselor/pembimbing) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (disebut konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Frank Parsons pada tahun 1908 saat ia melakukan konseling karier. Selanjutnya juga diadopsi oleh Carl Rogers yang kemudian mengembangkan pendekatan terapi yang berpusat pada klien (client centered).

C.     Perbedaan Psikoterapi dan Konseling
1.        Konseling dan psikoterapi dipandang berbeda dari lingkup pengertian antara keduanya.
2.        Konseling berfokus pasa masalah pengembangan, pendidikan dan pencegahan pada klien. Sedangkan psikoterapi lebih memfokus pada masalah penyembyhan, penyesuaian dan pengobatan.
3.        Konseling dijalankan atas dasar (dijiwai) oleh falsafah atau pandangan terhadap manusia, sedangkan psikoterapi  dijalankan berdasarkan ilmu atau teori kepribadian dan psikopatologi.

D.  Pendekatan Terhadap Mental Illness
1. Pengertian Mental Illness
Mental Illness sendiri punya pengertian adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental (kesehatan mental) yang terjadi seorang individu. disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme-adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan atau mental terhadap stimuli eksternal dan ketegangan-ketegangan, sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur pada satu bagian,  satu      organ,  atau     satu      sistem  kejiwaan.
Mental illness mempunyai pertanda awal antara lain : perasaan cemas, ketakutan, apatis, cemburu. iri, marah-marah secara eksplosif, antisosial, ketegangan kronis dan lainnya. singkatnya, kekacauan mental merupakan bentuk gangguan pada ketenangan batin dan harmoni dari   struktur            kepribadian.

2. Pendekatannya
Menurut J.P. Chaplin  ada beberapa pendekatan psikoterapi terhadap mental illness, diantaranya:
a)      Biological
Meliputi keadaan mental organik, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John Grey, Psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya insulin.
b)     Psychological
Meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel pasca-traumatic, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran dan respon emosional penuh stres yang ditimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup individu.
c)      Sosiological
Meliputi kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses sosialisasi yang berlatarbelakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.
d)     Philosophic
Kepercayaan terhadap martabat dan harga diri seseorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar falsafahnya tetap ada, yakni menghagai sistem nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada istilah keharusan atau pemaksaan.

Bentuk-bentuk utama terapi
1.      Psikoterapi Suportif
Tujuan :
• Menguatkan daya tahan mental yang telah dimilikinya
• Mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru dan yang lebih baik untuk mempertahankan fungsi pengontrolan diri
• Meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan

Ventilasi
• Suatu bentuk psikoterapi suportif yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada pasien untuk mengemukakan isi hatinya dan sebagai hasilnya ia akan merasa lega serta keluhannya akan berkurang
• Sikap terapis : menjadi pendengar yang baik dan penuh pengertian
• Topik pembicaraan : permasalahan yang menjadi stres yang utama

Persuasi
• Suatu bentuk psikoterapi suportif yang dilakukan dengan menerangkan secara masuk akal tentang gejala-gejala penyakitnya yang timbul akibat cara berpikir, perasaan, dan sikapnya terhadap masalah yang dihadapinya.
• Sikap terapis :
o terapis berusaha membangun, mengubah, dan menguatkan impuls tertentu serta membebaskannya dari impuls yang mengganggu secara masuk akal dan sesuai dengan hati nurani
o Berusaha meyakinkan pasien dengan alasan yang masuk akal bahwa gejalanya akan hilang
• Topik pembicaraan : ide dan kebiasaaan pasien yang mengarah pada terjadinya gejala

Reassurance
• Suatu bentuk psikoterapi suportif yang berusaha meyakinkan kembali kemampuan pasien bahwa ia sanggup mengatasi masalah yang dihadapinya
• Sikap terapis : meyakinkan secara tegas dengan menunjukkan hasil-hasil yang telah dicapai pasien
• Topik pembicaraan : pengalaman pasien yang berhasil nyata

Sugestif
• Suatu bentuk psikoterapi suportif yang berusaha menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa gejala-gejala gangguannya akan hilang
• Sikap terapis : meyakinkan dengan tegas bahwa gejala pasien pasti hilang
• Topik pembicaraan : gejala-gejala bukan karena kerusakan organik/fisik dan timbulnya gejala-gejala tersebut adalah tidak logis

Bimbingan
• Suatu bentuk psikoterapi suportif yang memberi nasihat dengan penuh wibawa dan pengertian
• Sikap terapis : menyampaikan nasihat dengan penuh wibawa dan pengertian
• Topik pembicaraan : cara hubungan antar manusia, cara berkomunikasi, dan cara bekerja serta belajar yang baik

Penyuluhan
• Penyuluhan atau konseling adalah psikoterapi suportif yang membantu pasien mengerti dirinya sendiri secara lebih baik agar ia dapat mengatasi permasalahannya dan dapat menyesuaikan diri
• Sikap terapis : menyampaikan secara halus dan penuh kearifan
• Topik pembicaraan : masalah pendidikan, pekerjaan, pernikahan, dan pribadi

2) Psikoterapi Re-edukatif
Dengan terapi ini dimaksudkan memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatasi stres, kecemasan, dan depresinya itu dikarenakan faktor psiko-edukatif masa lalu di kala yang bersangkutan dalam periode anak-anak dan remaja. Dari terapi ini diharapkan yang bersangkutan mampu mengatasi stresor psikososial yang sedang dihadapinya.
3) Psikoterapi Rekonstruktif
Dengan terapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali/rekonstruksi kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stresor psikososial yang tidak mampu diatasi oleh klien yang bersangkutan.
4) Psikoterapi Kognitif
Dengan terapi ini dimaksudkan untuk memulihkan fungsi kognitif klien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi, dan daya ingat. Selain daripada itu yang bersangkutan mampu membedakan nilai-nilai moral etika mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak, dan mana yang haram dan halal.
5) Psikoterapi Psikodinamik
Dengan terapi ini dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang itu tidak mampu mengatasi stresor psikososial sehingga ia jatuh sakit (stres, cemas, dan atau depresi). Dengan mengetahui dinamika psikologis itu diharapkan yang bersangkutan mampu mencari jalan keluarnya.
6) Psikoterapi Perilaku
Dengan terapi ini dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang maladaptif (ketidakmampuan beradaptasi) akibat stresor psikososial yang dideritanya. Dari terapi ini diharapkan klien yang bersangkutan dapat beradaptasi dengan kondisi yang baru sehingga bisa berfungsi kembali secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari baik di rumah, sekolah, kampus, tempar kerja, dan lingkungan sosialnya yang lain.
7) Psikoterapi Keluarga
Seseorang dapat jatuh dalam keadaan stres, kekecewaan, atau depresi yang disebabkan oleh stresor psikososial faktor keluarga. Dengan terapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung bagi pemulihan klien yang bersangkutan. Dengan demikian pada terapi ini tidak hanya ditujukan kepada klien yang bersangkutan saja, tetapi juga terhadap anggota keluarga lainnya.
8) Psikoanalisa
Psikoanalisa adalah sejenis psikoterapi yang mencari sebab musabab seseorang jatuh sakit. Berbeda dengan psikoterapi konvensional maka psikoanalisa menganalisa sampai jauh akar permasalahan. Di Amerika misalnya, psikoanalisa dilakukan sambil klien tiduran/berbaring di sofa sementara konselornya duduk di kursi sebelahnya. Psikoanalisa ini dilakukan berjam-jam, berulang kali sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Psikoanalisa sangat memakan waktu dan memerlukan tahapan/session yang lama. Contoh: Apabila kita mendapati ranting dari sebuah pohon besar yang “sakit”, lalu kita menelusuri “sakitnya” itu mulai dari ranting itu sendiri, terus ke cabang dari yang kecil sampai yang besar, terus ke dahan, sampai ke batang pohon itu, terus ke bawah sampai ke akarnya.
Dalam kenyataannya pada waktu mengungkap akar pohon mana yang menyebabkan “sakitnya” ranting tadi, ternyata menjalar ke akar lain, akhirnya seluruh akar pohon itu “sakit” dan pohon itu menjadi tumbang/roboh. Inilah salah satu dampak psikoanalisa, bukannya pohon itu semakin kokoh bahkan sebaliknya menjadi roboh. Artinya, klien tidak menjadi semakin sehat, tidak mampu mandiri, dan ketergantungan kepada konselor.
Oleh karena itu dewasa ini psikoanalisa tidak lagi popular di Amerika. Selain waktu yang diperlukan untuk psikoanalisa terlalu lama, hasilnyapun sukar diukur. Semula pemerintah Amerika membiayai semua terapi/pengobatan rakyatnya termasuk psikoanalisa. Tetapi, kemudian pemerintah Amerika membatasi psikoanalisa hanya sampai tiga session saja, dan apabila klien hendak melanjutkan harus dengan biaya sendiri. Dalam hal ini terjadi komplikasi love affair antara konselor/psikoanalis dengan kliennya.







Pengertian, Tujuan, dan Unsur Psikoterapi

                                                            PSIKOTERAPI
A.    Pengertian Psikoterapi
Psikoterapi adalah proses difokuskan untuk membantu Anda menyembuhkan dan konstruktif belajar lebih banyak bagaimana cara untuk menangani masalah atau isu-isu dalam kehidupan Anda. Hal ini juga dapat menjadi proses yang mendukung ketika akan melalui periode yang sulit atau stres meningkat, seperti memulai karier baru atau akan mengalami perceraian
     Umumnya psikoterapi dianjurkan bila seseorang bergulat dengan kehidupan, masalah hubungan atau kerja atau masalah kesehatan mental tertentu, dan isu-isu atau masalah yang menyebabkan banyak individu yang besar rasa sakit atau marah selama lebih dari beberapa hari. Ada pengecualian untuk aturan umum, tetapi sebagian besar, tidak ada salahnya untuk pergi ke terapi bahkan jika Anda tidak sepenuhnya yakin Anda akan mendapat manfaat dari itu. Jutaan orang mengunjungi psikoterapis setiap tahun, dan sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa orang yang melakukannya manfaat dari interaksi. Kebanyakan terapis juga akan jujur dengan Anda jika mereka yakin Anda tidak akan mendapatkan keuntungan atau pendapat mereka, tidak perlu psikoterapi.
B.     Tujuan Psikoterapi
Tujuan dari psikoterapi secara khusus dari beberapa metode dan teknik psikoterapi yang banyak peminatnya, dari dua orang tokoh yakni Ivey, et al (1987) dan Corey (1991).
Menurut Ivey, et al (1987) Tujuan psikoterapi dengan pendekatan psikodinamik adalah Membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Rekonstruksi kepribadiannya dilakukan terhadap kejadian-kejadian yang sudah lewat dan menyusun sintesis yang baru dari konflik-konflik yang lama.
Menurut Corey (1991) tujuan psikoterapi dengan pendekatan psikoanalisis adalah Membuat sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Membantu klien dalam menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman yang sudah lewat dan dan bekerja melalui konflik-konflik yang ditekan melalui pengalaman intelektual.
Menurut Corey (1991) dan Ivey (1987) tujuan psikoterapi dengan pendekatan Kognitif-Behavioristik dan Rasional-Emotif adalah menghilangkan cara memandang dalam kehidupan pasien yang menyalahkan diri sendiri dan membantunya memperoleh pandangan dalam hidup secara lebih rasional dab toleran. Untuk membantu pasien mempergunakan metode yang lebih ilmiah atau objektif untuk memecahkan masalah emosi dan perilaku dalam kehidupan selanjutnya.

Menurut Corey (1991) dan Ivey (1987) tujuan psikoterapi dengan pendekatan Gestalt adalah membantu klien memperoleh pemahaman mengenai saat-saat dari pengalamnnya. Untuk merangsangnya menerima tanggung jawab daridorongan yang ada di dunia dalamnya yang bertentangan dengan ketergantungannya terhadap dorongan-dorongan dari dunia luar.

C.    Unsur-Unsur Psikoterapi
Psikoterapi dilakukan dengan cara percakapan atau wawancara (interview). Dalam suatu wawancara, tidak dapat dipisahkan antara sifat terapeutik dan penegakan diagnosis. Biasanya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengandung kedua aspek tersebut, yaitu untuk mengoptimalkan hubungan interpersonal dengan pasien (sifat terapeutik), dan untuk melengkapi data dalam usaha menegakkan diagnosis. Dalam melakukan psikoterapi, wawancara harus lebih mengutamakan aspek terapeutiknya; data yang diperlukan akan berangsur terkumpul dengan kian membaiknya hubungan interpersonal yang terjalin antara dokter dengan pasiennya, sehingga berartinya suatu wawancara tergantung dari sifat hubungan terapis dengan pasiennya tersebut.
            Dalam melakukan wawancara, hendaknya kita juga melakukan observasi secara menyeluruh dengan teliti. Sambil mengajukan pertanyaan, kita juga mengamati dan turut serta (sebagai participant observer) dalam proses yang sedang berlangsung pada saat dan situasi tersebut (“the here and now”). Yang kita amati  yaitu : (1). apa yang terjadi pada pasien, (2). apa yang terjadi pada pewawancara atau terapis sendiri, serta (3). apa yang terjadi di antara terapis dan pasiennya. Dalam berhadapan dengan pasien, dokter atau terapis mempengaruhi pasien dengan sikap dan perkataannya, dari menit ke menit, saat ke saat. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan sebetulnya bukan hanya (a).apa yang kita bicarakan, tetapi juga (b). bagaimana cara kita melakukannya, (c). kapan (saat atau waktu yang tepat) kita mengungkapkan hal tertentu yang ingin kita sampaikan, serta (d).bagaimana hubungan antara si penolong (dokter atau terapis) dan yang ditolong (pasien) tersebut. Hal-hal tersebut dapat membuat pasien menjadi lebih tenang atau sebaliknya menjadi tegang, lebih terbuka atau tertutup, lebih percaya atau pun curiga, sehingga dapat disimpulkan bahwa selalu ada pengaruh terapeutik maupun kontraterapeutik, dan tidak pernah netral  sama sekali, karena setiap orang mempunyai latar belakang kepribadian dan pengalaman hidup yang berbeda-beda, yang mempengaruhi cara pandang, cara berpikir dan menghayati segala sesuatu.
            Hal yang sebaliknya juga perlu diingat, bahwa wawancara bukan hanya menghasilkan pengaruh dokter atau terapis atas pasien, namun juga pengaruh pasien terhadap dokternya. Sang dokter, sadar atau tidak, akan terpengaruh oleh  sikap  dan  perkataan pasien, yang akan tercermin dalam sikap, perasaan dan  perilakunya sendiri.  Dipacu oleh sikap dan perilaku pasien terhadapnya (ditambah lagi dengan kehidupan fantasinya sendiri),  dokter atau terapis  dapat  menjadi  tenang,  tegang,  santai, kuatir, terbuka, tertutup, bosan, sedih, kesal, malu, terangsang, dll.; perasaan-perasaan  tersebut  turut  menentukan  apa  yang dikatakannya  kepada pasien (atau tidak dikatakannya)  dan  bagaimana ia mengatakannya.  Untuk  dapat  mengatasi  hal  ini seorang dokter atau terapis perlu belajar untuk memantau perasaan-perasaan reaktifnya tersebut, agar ucapan-ucapan dan sikapnya terhadap pasien sedapat-dapatnya beralasan profesional dan sedikit mungkin  tercampur  dengan  unsur-unsur  yang  berasal dari respons emosional subyektifnya sendiri.
            Agar tujuan terapeutik tercapai, hendaknya senantiasa diusahakan agar dokter dapat menciptakan dan memelihara hubungan yang optimal antara dokter dan pasien.   Dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien, senantiasa harus dipertimbangkan bilamana dan bagaimana kita akan menanyakan hal tersebut. Bila konteksnya kurang tepat, misalnya, pasien justru dapat merasa tersinggung atau dipermalukan oleh pertanyaan kita (nyata atau tidak nyata), pasien mungkin akan menolak atau menyangkal, atau akan membuat-buat jawabannya.

PENGETAHUAN DAN KETRAMPILAN YANG PERLU DIMILIKI OLEH  SESEORANG  YANG  INGIN  MELAKUKAN PSIKOTERAPI
            Kelengkapan ketrampilan yang perlu dimiliki oleh seseorang yang ingin melakukan psikoterapi ialah:
a.       Mempunyai pengetahuan mengenai  dasar-dasar ilmu psikologi  dan  psikopatologi serta proses-proses mental. Hal ini dapat diperoleh dari mengikuti kuliah, kursus, maupun membaca sendiri. 
b.      Dapat  menarik  suatu  konklusi  tentang keadaan mental pasien yang telah diperiksa. Hal ini didapat dari latihan intensif dan supervisi, untuk mempertajam fungsi pemeriksaan, terutama dalam hal mendengar dengan cermat (listening).(A healer is one who  listens in order to listen and to understand). Dengan mendengar dengan teliti dan cermat, dibekali oleh pengetahuan yang cukup, kita akan mendapat gambaran tepat tentang pasien-pasien yang diwawancarai. Fungsi mendengar ini amat penting;  dari fungsi ini sedapat-dapatnya kita memperoleh apa yang dimaksud oleh pasien, yang belum tentu sesuai dengan apa yang dikatakannya.  Misalnya:
<>   seorang pasien datang dengan keluhan nyeri di dadanya; hendaknya kita  memperhatikan bagaimana ia mengekspresikan keluhan tersebut dengan cermat.  Bila kita teliti, kita akan merasa dan mengetahui bahwa sebetulnya pada saat itu pasien sedang dalam keadaan sangat cemas. Untuk mengatasi hal itu, tugas  pertama kita adalah mengurangi kecemasannya terlebih dahulu. Barangkali dengan itu saja, sudah akan mengurangi intensitas keluhannya. Untuk melakukan maksud ini pun kita harus lihat dan rasakan dengan teliti; kadang, tujuan  kita akan menurunkan kecemasannya tetapi justru meningkatkannya. Jadi, kita harus mengetahui apa tujuan kita mengajukan pertanyaan tertentu kepada pasien. 
<>  seorang pasien lain datang dengan keluhan sakit yang bermacam-macam yang menimpa beberapa bagian atau organ tubuhnya. Biasanya  kita  langsung berpikir: “Sakit apakah pasien ini?“ Padahal, mungkin yang ia maksud saat itu adalah:“ Saya sedang sangat cemas, dokter!“ Dari sini dapat kita ketahui bahwa tidak semua yang dikatakan oleh pasien itu tercermin dari perkataannya; bila kita senantiasa teliti,   kita akan merasa dan mengetahui apa yang diucapkan dan diperagakan pasien secara  keseluruhan, baik yang tersurat maupun yang tersirat, karena biasanya keluhan pasien merupakan suatu simbol atau representasi dari hal-hal yang tidak dapat diungkapkan secara verbal, yang biasanya terjadi karena hal itu tidak disadari (berada di alam nirsadar).
<>               seorang  pasien  lain  mengeluhkan  rasa nyeri yang dialami sejak beberapa waktu sebelumnya. Biasanya, kita lalu akan bertanya: “Nyerinya di sebelah mana, ya?“ Dalam hal ini, kita harus mengetahui betul mengapa kita mengajukan pertanyaan tersebut (apa maksud/tujuannya? apakah memang hanya ingin mengetahui lokasi nyerinya, atau ingin memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya?); sebaiknya, pertanyaan kita tersebut mengandung makna bagi pasien (pertanyaan yang logis, sensibel, dapat dimengerti maksud dan tujuannya oleh pasien). Usahakan  tidak mengungkapkan pertanyaan  dengan  kata-kata  yang sulit dimengerti,  karena  ini  dapat  mengakibatkan  pasien  merasa tidak mampu (karena  tidak mengerti pertanyaan kita),  atau  merasa  bahwa  ia  tidak  dipahami.  Kita juga sebaiknya  mengetahui  jawaban  apa  yang  kita  harapkan dari pertanyaan yang kita ajukan tersebut.
c.       Terampil dan berpengalaman dalam menerapkan teknik dan metode penanganan fungsi-fungsi mental pasien. Terdapat teknik-teknik yang biasanya digunakan, antara lain persuasi, desensitisasi, pemberian nasihat, pemberian contoh (modelling), empati, penghiburan, interpretasi, reward & punishment, dll. Pada dasarnya, terdapat manipulasi dasar yang dapat kita lakukan, yaitu :
         >  Cara mengontrol ansietas
         >  Cara mengatasi depresi
         >  Cara menghadapi psikosis

Mengenai lama pendidikan yang dijalani untuk menguasai teknik-teknik tersebut amat bervariasi, tergantung dari latar belakang pendidikan serta jenis psikoterapi yang ingin dimahiri (lihat pembagian jenis psikoterapi; untuk konseling misalnya, minimal diperlukan waktu dua minggu untuk dapat melakukannya sendiri, sedangkan untuk psikoterapi berorientasi dinamik, diperlukan pendidikan intensif sekitar lima-enam tahun untuk mendapatkan  ilmu  dan  ketrampilan yang memadai). 
d.      Kepribadian:
merupakan variabel yang penting dalam psikoterapi (selain variabel pasien dan teknik yang digunakan) yang berpengaruh penting dalam menentukan arah dan hasil terapi. Seseorang yang ingin melakukan psikoterapi hendaknya  memiliki kepribadian  dengan kualitas khusus yang memungkinkan untuk membentuk dan memupuk hubungan yang tepat dan patut dengan pasien-pasiennya, dengan ciri-ciri :
-          Sensitif / sensibel
-          Obyektif dan jujur
-          Fleksibel
-          Dapat berempati
-          Relatif bebas dari problem emosional atau problem kepribadian, yang  serius.
Sebaliknya, ciri/unsur kepribadian yang merugikan keberhasilan terapi, antara lain :
-          Kecenderungan untuk mendominasi, sombong/angkuh, otoriter
-          Kecenderungan untuk pasif dan submisif
-          Sulit untuk terlibat dalam hubungan personal yang bermakna
-          Tidak mampu untuk mentoleransi ekspresi impuls tertentu
-          Mempunyai kebutuhan untuk menggunakan pasien bagi pemuasan impuls yang  terpendam
-          Mempunyai sifat destruktif
e.       Pengalaman :
 pengalaman yang diperoleh dalam menangani pasien, kekayaan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, luasnya wawasan dalam pengetahuan, budaya, agama, hal-hal spiritual, merupakan  bekal yang penting. Problem pribadi yang dialami tidak dapat menjadi ukuran dalam menangani pasien. Yang menarik ialah bahwa tidak ada seorang pasien pun yang sama, setiap pasien adalah unik. Pengalaman yang dimiliki akan berguna dalam mengatur strategi dan teknik untuk mencapai tujuan terapi.

Sumber
http://belajarpsikologi.com/sebuah-pengantar-psikoterapi/